Forum Pendamping Buruh Nasional

↑ Grab this Headline Animator

28 Juli 2007

Hak atas Jaminan Sosial

Dimuat dalam jurnal FPBN edisi 6, Okt 2006 - April 2007

Hak atas Jaminan Sosial

Oleh : Rita Olivia Tambunan

Bekerja di Trade Union Rights Centre (TURC), Jakarta


Human beings are like parts of a body,

created from the same essence.

When one part is hurt and in pain,

the others cannot remain in peace and be quiet.

--Motto dari Tehran School of Social Work, 1958-1979[1]

Latar Belakang Sejarah

Pada awalnya jaminan sosial diadakan dalam konsepsi ‘amal’ (charity) atau kemurahan hati komunitas sosial terhadap anggotanya komunitas sosial yang tidak beruntung secara ekonomi. Penyedia jaminan sosial tersebut, biasanya adalah organisasi keagamaan, para tuan tanah, komunitas adat, atau keluarga besar. Mereka menyediakan jaminan sosial berdasarkan prakarsa sendiri yang didorong oleh rasa tanggung jawab sosial bersama. Konsep jaminan sosial yang bergantung pada rasa tanggung jawab kelompok sosial seperti ini terjadi karena saat itu belum dikenal relasi perburuhan formal. Penerima jaminan sosial terbatas pada sekelompok orang tertentu saja. Misalnya, tuan tanah terhadap sejumlah keluarga yang tinggal di wilayah tanah miliknya dan bekerja tanpa menerima upah, walau lazim diberi kebutuhan hidup seadanya. Contoh yang lain adalah kaum bangsawan dan raja yang menagih hasil kerja warganya yang dapat diganti dengan jaminan keamanan atau pun bantuan seadanya, berdasarkan kemurahan hati bangsawan dan raja tersebut.

Revolusi industri dan kebangkitan kapital di pertengahan abad 18 berdampak terhadap perubahan ekstrim dalam relasi sosial. Komunitas sosial mulai mengenal hubungan perburuhan formal dan upah sebagai imbalan kerja. Sifat relasi perburuhan yang subordinatif, relasi yang tidak seimbang karena kaum pemodal memiliki otoritas untuk menentukan berlanjut atau tidaknya hubungan kerja, menyebabkan kaum buruh dan keluarganya sama sekali tidak memiliki jaminan jika suatu saat mereka di-PHK, sakit, atau tidak memperoleh pekerjaan. Itu sebabnya dirasa perlu ada jaminan [ekonomi] yang dapat membuat buruh dan keluarganya dapat bertahan hidup jika ia mengalami sakit, kecelakaan kerja, atau pun di-PHK. Kaum buruh kemudian menganggap perlu adanya campur tangan Negara untuk membangun sistem jaminan sosial.

Selanjutnya, simak disini

Comments: Posting Komentar



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?