Dimuat dalam Jurnal FPBN edisi 5Peran komunitas masyarakat sipil
Dalam gerakan buruh
(S. Prapto).
Aktivis pada Sekretariat Perburuhan Institut Sosial - Jakarta
Tulisan ini hanyalah sebuah pengalaman pribadi selama berkecimpung di bidang perburuhan sejak tahun 1980-an hingga sekarang. Saya tidak tahu apakah ini yang dimaksud oleh tema di atas atau bukan. Refleksi pengalaman saya ini jauh dari sempurna mengingat sudah banyak informasi yang termakan usia dan juga keterbatasan saya sendiri untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan.
Tahun 1980-an merupakan kejayaan industri di Indonesia dengan capaian ekspor menggila ke seluruh penjuru dunia. Harapan akan datangnya kemakmuran hampir ditumpukan pada industri yang berkembang saat itu. Berbagai iming-iming yang ditawarkan negara baik kepada pemodal maupun buruh terdengar menggiurkan dengan konsep yang sangat menggoda yaitu terwujudnya hubungan industial pancasila (HIP). Insentif yang diberikan pada dunia usaha ibaratnya seperti memanjakan anak yang paling disayangi. Pembebasan pajak (holidaytax), stabilitas politik perburuhan, termasuk dipertahankannya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai satu satunya organisasi buruh yang boleh hidup di negara ini, merupakan bentuk dari insentif yang dimaksud di atas. Sayangnya, kemajuan tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan pada buruh.Selanjutnya, simak
disini
# posted by Forum Pendamping Buruh Nasional : 2:47 AM